DONGGO & SAMBORI
Oleh: Frista Puspita Marchamedya
Cerita tentang menyatunya sebuah dataran tanpa nama dengan beragam sukunya menjadikan Bima sebagai bukti bahwa terdapat banyak sekali desa, masyarakat, dan cerita yang tersembunyi di dalamnya.
Bima merupakan sebuah daerah yang terletak di sisi paling timur provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada barat Pulau Sumbawa. Pada Pulau Sumbawa terdapat tiga wilayah: Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima. Wilayah Bima sendiri terbagi menjadi dua daerah yang dikepalai oleh dua administrasi yang berbeda: Kota Bima, dan Kabupaten Bima. Dari segi luas wilayahnya, Kabupaten Bima memiliki luas yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Kota Bima. Bagi masyarakat lokal terdapat sebutan khusus bagi orang Bima, yaitu mbojo. Hal ini karena pada zaman dahulu, banyak pendatang dari jawa yang mempersunting perempuan Bima sehingga orang-orang jawa biasa menyebut tanah bima sebagai “tanah mbojo-ku”. Secara geografis, Bima terletak pada daerah pesisir dengan sebuah teluk besar di tengahnya yang dinamai Teluk Bima. Tiga daerah yang dikunjungi adalah Wawo, Donggo yang terletak di barat teluk, dan Sambori yang berada di timur teluk.
Dua desa yang dulunya disebut dengan nama Donggo Ipa dan Donggo Ele, konon merupakan dua desa tertua yang ada di Bima. Donggo Ipa adalah desa yang terletak di kaki Gunung Soromandi yang kini namanya telah berganti menjadi Donggo. Donggo Ele adalah desa yang terletak di kaki Gunung Lambitu, yang kini wilayahnya terpecah ke dua lokasi dan berubah nama menjadi Desa Sambori dan Desa Wawo.
Kontur berperan untuk aspek pertahanan, yaitu menghindarkan dari perampok serta roh-roh penculik anak.
Terdapat variasi kontur pada Dusun Mbawa, sehingga harus meratakan tanah terlebih dahulu. Hasil dari proses mengolah tanah disebut Nteli.
Arsitektur Donggo
LAHIR KARENA FILOSOFI TUBUH MANUSIA
Wujud arsitektur yang berbentuk panggung, alas batu sebelum menyentuh tanah; manusia yang memakai alas kaki.
Peletakan pintu pada arsitektur tidak ada yang berada tepat di tengah; tidak ada manusia yang sempurna.
LIPA
Oleh: Frista Puspita Marchamedya, Annis Zarina Alfansi, Husni Fadhil M
Dalam proses pembangunan Uma Leme dan seluruh arsitektur yang ada di Donggo, masyarakatnya memiliki satuan ukuran yang berbeda. Acuan tersebut dikenal dengan istilah lipa. Lipa adalah ukuran yang diperoleh dari ruas ujung jari tengah kanan hingga ruas ujung jari kiri pada seseorang.
Dalam pembangunan apapun di Donggo, ukuran lipa yang digunakan adalah milik kepala keluarga yang hendak membangun. Hadirnya sistem pengukuran yang spesifik terhadap satu orang inilah yang memungkinkan terjadinya perbedaan ukuran antara satu Uma Leme dan lainnya.
UMA LEME
Oleh: Frista Puspita Marchamedya, Annis Zarina Alfansi, Husni Fadhil M
Uma Leme adalah wujud arsitektur vernakular pertama masyarakat Donggo. Di Bima, secara umum masyarakat mengenal arsitektur ini dengan sebutan Uma Lengge. Kata uma mendeskripsikan fungsi sebagai rumah sedangkan leme dan lengge mendeskripsikan bentuk. Kedua kata tersebut memiliki arti yang hampir sama: kata lengge berarti kerucut sedangkan leme berarti lancip. Berbentuk prisma, diambil dari bentuk puncak gunung Donggo yang lancip.
Berfungsi sebagai rumah dan lumbung tempat menyimpan hasil panen.
Tersisa satu di Dusun Mbawa II; dulunya rumah ncuhi (kepala adat) maka terletak di kontur tertinggi.
UMA MBOLO
Oleh: Frista Puspita Marchamedya, Annis Zarina Alfansi, Husni Fadhil M
Semakin menipisnya bahan baku khususnya ketersediaan alang-alang dan semakin padatnya dusun mereka tumbuh, semakin tinggi kecemasan mereka akan kemungkinan terjadinya kebakaran dikarenakan sifat alang-alang yang sangat mudah terbakar.
Uma Mbolo merupakan jawaban arsitektur dari keresahan masyarakat Donggo atas hal tersebut. Wujud arsitektur baru ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan Uma Leme. Berbeda dengan leme yang berarti lancip, mbolo berarti bulat. Solusi arsitektur baru yang dapat mengurangi penggunaan alang-alang pada rumah.
JOMPA
Oleh: Frista Puspita Marchamedya, Annis Zarina Alfansi, Husni Fadhil M.
Perkembangan hasil panen yang terus meningkat semakin lama mendorong kebutuhan ruang baru yang kini bukan untuk menampung kebutuhan kegiatan manusianya namun untuk dapat menyimpan hasil panen mereka. Kebutuhan akan ruang lumbung yang tinggi ini mendorong terbentuk nya arsitektur baru yang oleh masyarakat yang dinamakan Jompa. Jompa hanya berfungsi sebagai lumbung tempat menyimpan hasil panen.
UMA RUKA
Oleh: Frista Puspita Marchamedya, Annis Zarina Alfansi, Husni Fadhil M.
Uma Ruka merupakan rumah dengan sembilan tiang, berbeda dengan arsitektur yang dibahas sebelumnya di mana tiangnya selalu berjumlah empat. Uma Ruka memiliki fungsi yang sama dengan Uma Leme dan Uma Mbolo, yaitu sebagai rumah tinggal keluarga dan tempat penyimpanan hasil panen. Kini Uma Ruka merupakan wujud arsitektur yang mendominasi Dusun Mbawa II. Karena perkembangan populasi, dibuatlah Rumah Ruka yang memiliki ruang untuk menerima tamu.
SAMBORI
Oleh: Ghina Azharia
Wilayah Desa Sambori terbagi menjadi dua wilayah: Dusun Baru dan Dusun Lama (Dusun Lengge). Wilayah yang kami singgahi adalah wilayah Dusun Lengge. Dusun ini terletak di kaki Gunung Lambitu, dengan bukit sebagai batas bagian barat perkampungan dan tebing yang curam yang menjadi batas pada bagian timur. Menurut cerita masyarakat setempat, wilayah ini disebut sebagai Dusun Lengge karena pada zaman dahulu wilayah ini dipadati oleh pemukiman Uma Lengge. Jalan didalam desa didominasi oleh jalan setapak kecil yang menghubungkan antar bagian desa.
Sekarang, terdapat jalan pada bagian tengah yang merupakan jalur transportasi utama, juga menjadi orientasi desa. Tembok batu menjadi penahan kontur tanah yang bertingkat-tingkat.
Menurut kisah yang diturunkan dari orang-orang tua di Sambori, awal dari masyarakat dusun tersebut berasal dari wilayah jauh di balik bukit yang dekat dengan laut. Suatu ketika, permukaan laut naik dan menimbulkan wabah kerang yang menyerang kampung halaman mereka. Hal ini memaksa masyarakat pinggir laut itu untuk pindah dan menyelamatkan diri ke daratan yang lebih tinggi.
UMA LENGGE
Oleh: Ghina Azharia, Muhammad Abdullah Bajri, Aufalia Rosyida M. & Amirah Hasna
Keputusan untuk menetap membuat masyarakat Sambori membutuhkan sebuah tempat untuk berlindung. Kebutuhan inilah yang mendasari mereka untuk membangun Uma Lengge.
Menurut bahasa, Uma Lengge berasal dari kata uma yang berarti rumah dan lengge yang artinya mengerucut. Seperti namanya, Uma Lengge memiliki bentuk yang mengerucut di bagian atasnya.
Bentuk ini diibaratkan sebagai gunung-gunung di sekitar Desa Sambori, yang pada awalnya merupakan tempat tinggal mereka
UMA PANGGUNG
Oleh: Ghina Azharia, Muhammad Abdullah Bajri, Aufalia Rosyida M. & Amirah Hasna
Uma Panggung adalah bentuk perkembangan yang terjadi terhadap tempat tinggal di Desa Sambori. Seperti namanya, bangunan ini merupakan sebuah tempat tinggal yang memiliki panggung di bagian bawahnya.
Bentuk dan ukurannya mengalami perubahan dari Uma Lengge, namun penggunaan dan konfigurasi ruangnya tetap berpatokan kepada Uma Lengge yang lebih awal dikenal oleh masyarakat Sambori.
Uma Panggung adalah bangunan yang digunakan oleh masyarakat Sambori sebagai tempat tinggal mereka pada masa sekarang ini.
WAWO
Oleh: Hanifa Fijriah & Frista Puspita Marchamedya
Kecamatan Wawo dapat dibilang berbeda dengan lokasi yang sebelumnya dituju. Dengan gencarnya pemerintah Kabupaten Bima dalam mengembangkan pariwisatanya, Wawo dijadikan sebuah lokasi yang menjadi salah satu wajah pariwisata Bima. Hal yang membuat hal itu menjadi mungkin adalah terdapatnya sebuah situs dengan puluhan Uma Lengge yang masih terjaga kondisinya sampai saat ini dan bahkan masih aktif dipakai oleh masyarakatnya. Situs tersebut berada di sebuah desa di Kecamatan Wawo, bernama Desa Maria.
Uma Lengge yang terdapat di Desa Maria ini seluruhnya berfungsi aktif sebagai lumbung. Namun hal yang sangat berbeda ditemukan dari cara masyarakatnya menempatkan lumbung mereka. Berbeda dengan yang terjadi di Sambori dan Donggo dimana lumbung diletakkan sedekat mungkin dengan rumah mereka, lumbung di Desa Maria ini terkumpul dalam satu tempat dengan seorang penjaga atau juru kunci.
Dikumpulkannya Uma Lengge sebagai lumbung dalam satu komplek memiliki beberapa alasan. Antara lain adalah untuk menghindari terjadinya sejarah berulang dari kebakaran hebat yang menghanguskan satu desa di masa lalu. Oleh karenanya, lumbung lebih baik dipisah agar jika terjadi hal serupa, agar jika terjadi tragedi seperti itu lagi, bahan makanan dan lumbung mereka dapat terselamatkan dan bisa digunakan sebagai tempat tinggal sementara