arrow
Kembali

Jambi (2014)

"Rimba: Menapak Jenggala"

“‘Guratan Identitas’, terjadi perubahan identitas tanpa adanya keterhubungan dengan ‘Tato Mentawai’ dan beralih pada kegiatan sehari-hari dan ritual turun-temurun yang membentuk arsitektur vernakular Mentawai.”

Lokasi:
Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi
Tahun Keberangkatan:
2014
Ketua Panitia:
Nana Sebastian
Kurator:
M. Shofwan Shiddiq

RIMBA


Mengenal Orang Rimba, mengenal kelompok masyarakat yang menjalani kehidupan sesuai dengan sebutannya, "rimba". Kelompok masyarakat ini hidup, dan berkehidupan di dalam hutan. Secara umum, Orang Rimba hidup di Sumatera bagian tengah yang tercakup dalam wilayah administratif Provinsi Jambi. Mereka tersebar di berbagai wilayah, antara lain di selatan Sungai Tembesi, sepanjang jalur Sungai Tembesi dan Merangin, di Taman Nasional Bukit Duabelas, dan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh.


Menurut cerita yang dituturkan turun-temurun, pada awalnya Orang Rimba adalah seorang pemuda Minang yang memisahkan diri dari kakaknya. Pemuda ini memutuskan untuk hidup terpisah di rimba karena konflik yang terjadi antara dirinya dengan sang kakak yang memiliki sifat "mepat di luar, mencong di dalam", yaitu sebutan untuk menggambarkan sifat seseorang yang menggunakan kecerdasannya guna mengelabui orang lain dan mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Berdasarkan ungkapan inilah, muncul pula istilah Orang Rimba dan Orang Terang - orang yang telah beradaptasi dengan teknologi dan dunia modern.


Dalam budayanya, Orang Rimba mengenal hukum adat istiadat yang dinamakan Pucuk Undang-Undang Nan Delapan Hukum ini berupa delapan undang-undang yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Empat di Pucuk (Empat di Atas) yang mengatur hal-hal tabu dan Empat di Bewoh (Empat di Bawah) yang mengatur kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan adat istiadat yang dianutnya, Orang Rimba hidup secara nomaden tergantung pada budaya dan aktivitasnya.

1. PERPINDAHAN KARENA KEPERCAYAAN

Oleh: Ayu dan Karen


MELANGUN

Ketika ada anggota keluarga yang meninggal Orang Rimba akan meninggalkan tempat tinggalnya semasa hidup. Usaha mereka utuk melupakan kematian ini juga mempengaruhi pemilihan jalur ketika mereka berpindah. Selain untuk melepas kesedihan, kepindahan ini juga bertujuan untuk menghindari pembawa sial atau petaka. Perpindahan inilah yang disebut dengan Melangun. Selain itu, Orang Rimba senantiasa berpindah ketika akan melakukan ritual tertentu.


2. BERPINDAH KARENA KEBUTUHAN

Oleh: Isnat Ahmad Zulfaqor, Geini Agni, Nikolaus Frederio, Elizier Ryan, dan Maulitta Cinintya Iasha


Berburu

Orang Rimba pada awalnya menggantungkan seluruh hidupnya untuk berburu sebelum mengenal berladang. Hewan yang menjadi target berburu terbagi dua yaitu hewan besar dan kecil. Hal ini mempengaruhi alat apa saja yang digunakan oleh Orang Rimba untuk berburu. Kegiatan ini pula yang menjadi alasan Orang Rimba untuk berpindah sesuai dengan hewan buruan mereka.


Berladang

Mengenal kegiatan berladang, Orang Rimba juga berpindah karena kegiatan ini. Pola perpindahan Orang Rimba bertumpu pada aliran sungai yang menjadi sumber daya untuk berladang.


RUMAH TANOH


Hanya digunakan ketika sedang ada kegiatan atau acara khusus seperti upacara pernikahan, upacara pengobatan, atau proses kelahiran bayi Orang Rimba.

Durasi Orang Rimba tinggal di Rumah Tanoh bervariasi sesuai dengan durasi kegiatan yang sedang dilakukan.

Pada Rumah Tanoh terdapat perbedaan level yang dinaikkan, mengacu kepada Empat di Pucuk. Wanita tinggal di level yang lebih rendah dari pria.



RUMAH GADONG

Oleh: Maulitta Cinintya Iasha


Rumah untuk mengumpulkan hasil perkebunan di lahan sekitar. Rumah ini ditinggali oleh satu keluarga yaitu tumenggung, istrinya dan anak gadisnya. Karena anak gadisnya belum menikah, maka sudah menjadi tradisi disana bahwa anak gadis tidak boleh terlihat oleh laki-laki lain. Maka itu, dinding dibuat tertutup. Terdapat perbedaan ketinggian lantai di rumah ini.

Bagian depan adalah tempat tumenggung, bagian tengah adalah tempat anak gadis (paling tinggi), bagian belakang adalah tempat ibu.


Interior

Interior pada Rumah Gadong terdapat tempat tidur yang memiliki ketinggian berbeda. Terdapat dua tingkat yang sedikit lebih tinggi dari lantai.


Peruntukan Lantai

Tingkat tinggi diperuntukkan untuk suami dan orang tua, sedangkan tingkat rendah diperuntukkan untuk istri dan anak-anak.



BELALAPION

Oleh: Immanuel Sinaga


Belalapion berasal dari kata lapi yang berarti tikar. Material yang digunakan berasal sepenuhnya dari dalam hutan. Kayu-kayu kecil digunakan untuk rangka, sedangkan daun topus digunakan sebagai alas dan pelindung dari terik matahari, hujan, dan angin.

Pembangunan belalapion membutuhkan 15-20 menit, dibangun dekat jalan tapak yang tanahnya sudah terbuka. Belalapion dibangun berdasarkan pola hidup Orang Rimba yang berpindah-pindah.


KEMALOMON / SESUNDUNGAN

Oleh: Elizier Ryan


Kemalomon merupakan tempat peristirahatan Orang Rimba ketika sedang melakukan melangun dimana mereka berpindah dari suatu tempat yang dianggap membawa keburukan atau sial. Asal kata kemolomon berasal dari kata kemalaman. Durasi pembangunan kemolomon memakan waktu kurang lebih sehari. Sedangkan asal kata sesudungan merupakan penamaan dari penduduk desa kepada bentuk arsitektur sama.


TEMPAT RITUAL

Oleh: Nindy Asyrifah D.

Proses melahirkan sangat sakral bagi Orang Rimba, tempat melahirkan harus dipilih oleh tetua yang meminta petunjuk dari dewa melalui mimpi. Tempat yang dipilih berada di pedalaman dan penuh dengan pohon. Terdapat perbedaan ketinggian berdasarkan gender. Dukun laki-laki berada di atas, dan ibu yang melahirkan serta dukun perempuan berada di bawah. Terdapat batasan di antaranya.

Ritual selanjutnya adalah proses memandikan bayi. Tempatnya berada di tepi sungai yang jauh masuk ke dalam hutan. Proses ini tidak boleh dilihat oleh sembarang orang.

BEBALAI

Oleh: Nana Sebastian

Bebalai digunakan sebagai tempat penyembahan dewo rangkaian acara pernikahan, biasanya berlangsung sekitar dua minggu. Di sekitarnya dibangun rumah di tanoh bagi orang yang ingin melihat upacara. Bagian tengah balai merupakan tempat dukun yang pada acara ini akan kerasukan dewo



PASORON

Oleh: Arvan Gibran


Pasoron merupakan tempat pemakaman Orang Rimba. Pasoron anak-anak dan orang dewasa berbeda serta ketinggiannya beragam. Pada tiang kayu terdapat lampu damar sebagai penerangan terakhir jenazah. Tempat pasoron biasanya berada di pedalaman dan tertutup alam, hal ini menunjukkan betapa takutnya orang rimba pada kematian.